YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Jam belajar atau jam sekolah anak-anak saat ini hanya separuh dari jam mereka menonton tayangan televisi sehingga orangtua harus berani mengurangi jam nonton televisi dan dialihkan untuk acara keluarga.
"Saat ini jam belajar anak-anak hanya sekitar 750 jam dalam satu tahun, dan ini hanya separuh dari waktu mereka menonton televisi yang mencapai 1.500 jam dalam satu tahun," kata koordinator aksi Hari Tanpa Televisi, Salman Faridi, di Yogyakarta, Minggu (26/7).
Mereka menggelar aksi Hari Tanpa Televisi itu di simpang empat depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Menurut dia, melihat dari perbandingan yang mencolok tersebut, para orangtua ataupun masyarakat diimbau tidak menonton dan mematikan televisi selama satu hari.
"Waktu untuk menonton televisi dialihkan untuk acara keluarga atau mengajari anak dengan berbagai macam keterampilan. Ini akan sangat berarti bagi tumbuh kembang anak," katanya.
Ia mengatakan, jika orangtua bisa mengurangi jam menonton televisi selama satu jam saja dalam satu hari dengan mengalihkannya untuk kegiatan positif, tentu akan lebih bermanfaat.
"Dengan cara ini, anak akan memiliki tambahan waktu untuk belajar, baik itu keterampilan, kerajinan, maupun pelajaran budi pekerti dari orangtua. Jadi, mereka juga tidak mengalami ketergatungan untuk selalu menonton televisi," katanya.
Ia mengatakan, dampak sinar biru dari televisi sangat berbahaya bagi mata anak karena sinar biru yang muncul tidak sama dengan sinar ultraviolet matahari.
"Parahnya lagi, sinar biru tersebut masuk ke retina mata tanpa filter dan panjang gelombang cahaya yang dihasilkan 400 hingga 500 milimeter sehingga bisa memicu terbentuknya radikal bebas dan melukai fotokimia retina mata anak," katanya.
Ia menambahkan, akibat dari radiasi tersebut akan terasa setelah 10 tahun saat anak menginjak dewasa. Pada saat itu retina mata tidak lagi bening dan sehat seperti masa kanak-kanak sehingga kemampuan fungsi mata juga berkurang. "Ini dampak buruk yang mengganggu kesehatan mata anak," katanya.
Sementara itu, salah satu peserta aksi, Sholihul Hadi, mengatakan, kampanye mematikan pesawat televisi dalam satu hari bukan untuk antitelevisi, tetapi lebih menyoroti tayangan acara televisi yang kurang bermutu, tidak mendidik, cenderung berisi tindak kekerasan, dan hedonisme yang tidak sesuai dikonsumsi anak.
"Isi tayangan televisi masih sangat memprihatinkan, khususnya untuk daya kembang pemikiran anak-anak yang sedang tumbuh menjadi dewasa," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, perlu regulasi yang tegas bagi perlindungan anak dan diimbangi dengan ketegasan dari pihak yang terkait serta peran lingkungan, khususnya keluarga.
Ia mengatakan, tayangan televisi semakin lama mengarah kepada turunnya kemampuan anak untuk membaca. Penurunan diindikasikan dengan banyaknya waktu yang dihabiskan di depan televisi lewat menonton tayangan yang tidak sesuai dengan umur anak.
"Pada titik tertentu, tayangan televisi dapat menurunkan memori pada anak karena televisi hanya memberikan stimulan satu arah saja, padahal pada usia itu anak perlu komunikasi dua arah guna meningkatkan sisi kognitifnya," katanya.
Minggu, Juli 26, 2009
Matikan Televisi jika Masih Sayang Anak
Senin, Juli 20, 2009
Bekali Anak Keimanan, tak Hanya Aturan
By Republika Newsroom
Rabu, 17 Juni 2009 pukul 18:40:00
IMAN: Orangtua sebaiknya tak hanya memberi perintah dan larangan pada anak-anaknya, tumbuhkan keimanan kepada Allah sebagai bekal mereka sepanjang hidup
Orangtua sebaiknya menjaga anak-anaknya dari perbuatan-perbuatan haram. Melarang mereka dari hal-hal tertentu bisa menjadi langkah efektif. Disisi lain, memberlakukan larangan terlalu ketat dan membuat mereka tak mampu mengambil keputusan tidaklah tepat.
Seseorang harus bisa mengambil keputusan dari dirinya sendiri. Hidup dipenuhi dengan pilihan, yang sebagian baik dan sebagian lagi kurang baik. Namun, penting untuk memiliki kemampuan memilih tersebut.
Memaksa anak untuk selalu mengikuti perkataan orangtua tidaklah selalu baik. Langkah itu bukanlah cara terbaik untuk membesarkan anak dan membangun kepribdian mereka.
Peraturan harus diperlakukan layaknya obat, yang diperlukan sebagai langkah terakhir. Tujuan sebenarnya adalah membangun moral dari anak-anak sehingga mereka bisa menahan diri dari perbuatan yang dilarang Allah. Lebih jauh, anak-anak seharusnya mengembangkan percaya diri dan memperoleh kepercayaan dari orangtua.
Hal itu berlaku bagi anak-anak maupun remaja. Orangtua perlu mengaplikasikan sejak anak masih kecil. Mereka perlu diajarkan rasa takut kepada Allah dan dibangun rasa ketuhanan sejak usia dini. Tentu saja untuk mencapai hal itu, orangtua perlu berbicara kepada anak mengenai agama yang dianut dari sisi positif dan memelihara rasa cinta dan keutamaan kepada Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah.
Anak-anak hingga orang dewasa perlu dididik, dibangun kewaspadaan budaya serta ditanamkan nilai-nilai. Mereka perlu memahami perasaan benar dan salah yang akan melindungi ketika menghadapi godaan hidup.
Ketika Nabi Yusuf digoda oleh seorang wanita bangsawan yang kaya, dia dapat berkata kepada dirinya "Sesungguhnya, saya takut kepada Allah".
Perkembangan Teknologi
Dengan perkembangan teknologi komunikasi saat ini, hal-hal yang haram dapat ditemukan dengan mudah. Hal itu berarti dibutuhkan ketahanan moral yang lebih kuat untuk melindungi anak-anak hingga sepanjang hidup mereka. Mereka perlu ditanamkan keyakinan dan perasaan kuat mereka bisa menahan godaan yang semakin banyak.
Kesadaran terhadap hal yang benar dan salah dapat menghindari perbuatan yang berdosa. hal itu sangat penting untuk tetap jauh dari godaan.
Tujuan utama sebagai orangtua seharusnya tidak hanya memberi perintah dan melarang anak-anak. Itu bukan yang disebut sebagai tugas orangtua. Sebagai orangtua, seharusnya tujuaan utama yaitu menumbuhkan rasa ketuhanan di hati anak-anak.
Jika diperlukan, orangtua dapat mengenakan larangan pada anak-anaknya untuk menjaga mereka tetap aman dan mencegah dari masalah, tapi hanya sebagai langkah pamungkas. Bukan sebagai langkah pertama.
Sebagai orangtua, kesuksesan bukan diukur dari seberapa efektif larangan terhadap anak-anaknya. Padahal, Allah sebagai sang Pencipta yang Maha Kuasa tidak pernah memaksakan manusia untuk mempercayai-Nya. Seperti firman Allah pada QS Al-Kahf ayat 29 yang berbunyi : Dan katakanlah, Kebenaran ini datang dari Tuhanmu. Maka siapa ingin (beriman), berimanlah dia, dan siapa ingin (kekafiran) jadilah kafir dia.
Allah hanya memanggil umat-Nya yang beriman dan menetapkan bukti, memberi perintah untuk mencari tanda-tanda keberadaan-Nya yang sesungguhnya. Allah kemudian mengutus Nabi Muhammad yang dilengkapi dengan Al-Quran yang dapat menjawab kebutuhan manusia. Allah kemudian dengan sabar menunjukkan kuasa-Nya untuk mengajak manusia beriman kepada-Nya.
Tumbuhkan Keimanan
Sebagai orangtua, perlu dilakukan pendekatan yang hampir sama terhadap anak-anak. Menumbuhkan dan menjaga keyakinan di hati anak-anak merupakan cara utama dalam menjaga mereka dari api neraka.
Allah berfirman : Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS at-Tahrim : 6).
Ayat ini mengingatkan umat muslim untuk menjaga menanamkan keimanan pada seluruh anggota keluarga. Semua larangan dan perintah dalam islam berasal dari keimanan. Kepatuhan terhadap Allah juga berasal dari iman. Umat muslim berasal dari keyakinan dan mematuhi Allah karena mempercayai-Nya.
Orangtua sebaiknya meneliti kembali perintah yang diberikan dalam membesarkan anak-anak. Jangan sampai berlebihan dan mengganggu perkembangan kepribadian mereka dalam mengambil keputusan. (islamonline/rin)