Minggu, Maret 28, 2010

Memberikan Nilai sebagai Cermin

Menilai, yah.. inilah yang menjadi kebiasaan orang pada umumnya termasuk saya dan juga antum semua. Begitu mudahnya orang memberikan penilaian kepada orang lain. Memberi nilai ‘baik’atau ‘buruk’ seseorang hanya berdasar persepsi pribadi, tanpa mencoba meninjau dari berbagai sudut pandang yang lain apalagi ber-tabayyun. Ironisnya, seringkali penilaian ‘baik’atau ‘buruk’seseorang kadang hanya berdasar apa yang tampak di luar saja.

Seperti halnya yang pernah dialami oleh seseorang, sebut saja si A. Kala itu, ia bersama dengan segerombolan pria bertato, berpakaian tidak rapi dan nyaris sangat mirip dengan seorang preman. Kebetulan, saat itu ada tetangganya yang melihatnya bersama segerombolan yang (menurut tetangganya) ‘tidak baik’ tersebut.

Apa yang terjadi kemudian? Tetangga tersebut tanpa bertanya lebih lanjut kepada yang bersangkutan, langsung menyebut bahwa si A telah salah bergaul. Bahkan, ia dinyana telah terpengaruh dengan kehidupan menyesatkan dan terlibat kasus narkoba.

Benarkah itu? Andai tetangganya tahu, segerombolan pria bertato tersebut adalah mereka yang telah dibukakan pintu hatinya oleh Allah. Si A telah mengajak mereka, untuk bersama mengikuti kajian yang akan memberikan pencerahan ke jalan keselamatan.

Tak hanya si A, si B pun juga mendapat penilaian tanpa dasar dari orang ketika ia didapati tengah (maaf) bercipika cipiki dengan seorang pria. Kontan karena adegan ini, orang yang melihatnya tersebut lantas menilai si B sebagai sosok yang ‘buruk’. Yang lebih tidak bisa diterima oleh orang yang melihat tersebut adalah karena si B mengenakan jilbab, dan jilbabnya pun bukan tergolong jilbab mini.

Karuan umpatan-umpatan buruk keluar dari orang tersebut. “Ibu yang nggak pake jilbab aja, cuman salaman thok, nggak cipika cipiki. Lha dia? Gunanya dia pake jilbab itu untuk apa?”

Lalu, benarkah itu? Wanita berjibab tengah bercipika cipiki dengan seorang pria? Andai orang tersebut tahu sejak awal, jika seorang pria tersebut adalah kakak kandungnya sendiri. Sayang, tuduhan itu baru bisa diredam setelah ada seseorang yang memberitahu bahwa mereka adalah saudara kandung.

Lain si B, lain pula si C yang pernah terjerat kasus hubungan tak halal (kencan di Mall) dengan si D. Karena kasus ini, ia pernah mendapat skors dari sekolah selama dua minggu. Nyaris, karena skors yang diberikan inilah, ia mendapat image negatif dari orang-orang. Bahkan, yang lebih membalalakkan mata, si C dinilai sebagai sosok yang tak bisa diharapkan kebaikannya lagi.

Padahal, andai orang bisa memberikan kesempatan itu, si C tengah berusaha merubah pribadinya ke arah yang lebih baik. Dan untuk menuju ke sana, perlu proses yang tak terbilang singkat. Sayang, orang terlalu mengganggapnya sebagai sosok yang berkasus.

Tidak Gegabah Menilai

Kasus yang mendera si A, B dan C hanyalah sekelumit dari banyaknya kasus yang banyak kita jumpai atau mungkin malah sering kita alami sendiri. Gegabah menilai, tanpa mencoba untuk bertabayun dulu (kroscek ke yang bersangkutan) dan cenderung termakan oleh prasangka buruk.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hujurat 12)

Kenapa kita tidak berprasangka baik terlebih dahulu? Belum tentu apa yang kita lihat, kita dengar itu adalah nyata adanya. Karena Allah Yang Maha Tahu. Pantaskah kita mendahului kehendak-Nya? Meskipun pada kenyataannya, apa yang kita lihat, kita dengar itu adalah benar adanya, maka sudah menjadi tugas kitalah untuk membimbingnya ke jalan yang lurus. Bukan malah “berkoar-koar”, mengabarkan kepada khalayak orang tentang keburukannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik…” (QS Al Hujurat 11)

Belum tentu seseorang yang kita nilai ‘buruk’, bahkan kita berani menyebutnya sebagai sosok yang tidak bisa diharapkan kebaikannya lagi, adalah lebih buruk ketimbang kita. Siapa yang tahu akan waktu yang berjalan? Setahun, dua tahun, tiga tahun yang akan datang? Bisa jadi karena kasih sayang-Nya, Allah justru membukakan pintu hatinya dan memberi petunjuk kepadanya. Sebaliknya, kita yang pernah berpikir lebih baik ketimbang orang yang pernah berkasus itu, justru dipalingkan dari rahmat-Nya (na’udzubillah).

Allah-lah Yang Maha Tahu. Siapa yang tahu relung hati seseorang? Terkadang, karena tindakan gegabah kita yang tidak bijak menilai, justru akan menciutkan motivasinya untuk berubah menjadi baik. Setiap apa yang dilakukannya untuk mengubah pribadinya, selalu kita nyanakan sebagai sesuatu yang buruk. Jika imannya tak kuat, bisa jadi, niatnya justru akan berbalik arah.

Maka dari itu, tidak sepantasnya kita menilai ‘baik’atau ‘buruk’seseorang. Karena Allah berfirman,
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS Al Anbiyaa’ 47)

Yah, disanalah semua amal dan perbuatan kita akan dinilai langsung oleh Allah, Dzat Yang Maha Pencipta dan Maha Adil. Sebagai hamba-Nya yang benar-benar mengharap pertemuan dengan-Nya, tentulah ia memilih untuk sibuk menilai pribadinya sendiri, bukan malah sibuk menilai pribadi orang lain.

Menilai bukan dalam hal kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan, melainkan kekurangan atau kesalahan apa yang telah kita lakukan, agar ke depan menjadikan kita semakin LEBIH BAIK lagi dan tetap berjalan di jalan yang dirahmati Allah.

*Cerita dari si A, B dan C adalah fakta, bukan fiktif, agar kita bisa berkaca dari kenyataan yang terjadi di sekitar kita…

Sumber: mta-online.com

Sabtu, Maret 27, 2010

Gejala Stroke yang Sering Diremehkan

Jakarta, Stroke adalah penyakit yang menakutkan karena dapat menyebabkan kecacatan dan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun keluarga, dalam jangka waktu yang lama bahkan seumur hidup. Sayangnya banyak gejela stroke yang sering diremehkan.

Sebaiknya kenali gejala stoke sejak dini, agar tidak terserang stroke total. Stroke menjadi penyakit penyebab kecacatan nomor 1 dan penyebab kematian nomor 3 di dunia.

Banyak definisi yang diberikan orang awam untuk penyakit stroke. Kelumpuhan sebelah, koma, kejang atau bicara pelo. Tapi definisi stroke menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah terjadinya defisit neurologis mendadak (bukan perlahan), yang menetap lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh faktor pembuluh darah atau sirkulasi, yaitu adanya penyumbatan atau pendarahan pada pembuluh darah.

"Defisit neurologis adalah gejala awal pada pasien stroke yang biasanya sering diabaikan. Defisit neurologis akan diketahui oleh pasien sendiri atau keluarga pasien, maka sebaiknya disadari sedini mungkin," kata dr Ashwin M. Rumawas, dokter spesialis saraf RS Royal Taruma pada seminar awam Kenali Gejala Stroke Secara Dini, di RS Royal Taruma, Jakarta, Sabtu (27/3/2010).

dr Ashwin menjelaskan, biasanya pasien atau keluarga pasien akan mengabaikan gejala-gejala awal ini, sehingga ketika mereka sudah menyadarinya dan membawa ke rumah sakit, stroke yang diderita sudah cukup parah dan menyebabkan stroke total yang susah untuk disembuhkan.

Menurut dr Ashwin, gejala defisit neurologis yang sering diabaikan meliputi:
Perubahan dan penurunan kesadaran
Ada tingkatan dalam kesadaran yaitu:
  1. Compos mentis, yaitu ketika seseorang masih tersadar penuh
  2. Apatis, yaitu kurangnya respons terhadap keadaan sekeliling, biasanya ditandai dengan tidak adanya kontak mata atau mata terlihat menerewang dan tidak fokus
  3. Somnolen, yaitu keadaan dimana seseorang sangat mudah mengantuk dan tidur terus-menerus, tetapi masih mudah untuk dibangunkan
  4. Sopor, yaitu kondisi tidak sadar atau tidur berkepanjangan, tetapi masih memberikan reaksi terhadap rangsangan (rasa sakit).
  5. Koma, yaitu kondisi tidak sadar dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun.

Gangguan fungsi luhur

Gejala-gejala ini paling sering diabaikan oleh pasien atau keluarga pasien, karena dianggap hanya gangguan biasa yang bisa sembuh dengan sendirinya.
Cirinya:
  1. Gangguan bahasa (afasia), yaitu kondisi dimana seseorang tiba-tiba tidak mengerti bahasa yang biasa digunakannya sehari-hari.
  2. Gangguan mengenal tata ruang (gangguan visuospatial), yaitu kondisi dimana seseorang menganggap semua benda berada pada bidang datar, sehingga ia merasa cukup hanya dengan menjangkau dengan tangan tanpa beranjak, walaupun benda tersebut berada 5 m di depannya.
  3. Gangguan berhitung (akalkulia), yaitu jika seseorang tiba-tiba kehilangan kemampuan berhitung dengan soal mudah sekalipun.
  4. Gangguan menulis (agrafia), yaitu jika seseorang tiba-tiba tidak bisa menulis namun masih bisa membaca.
  5. Gangguan membaca (alexia), yaitu jika seseorang tiba-tiba tidak bisa membaca namun bisa menulis.
  6. Gangguan mengenal nama orang atau barang (anomia), bahkan dengan orang atau barang yang sering ditemuinya
  7. Gangguan memori (amnesia)

Gangguan sensorik
  1. Hemihipestesia (baal atau kurangnya sensitifitas pada 1 sisi)
  2. Hemiparestesia (kesemutan 1 sisi)
  3. Kesemutan sekitar mulut
  4. Gangguan pengecapan atau lidah
  5. Nyeri pada satu sisi tubuh

Kejang
  1. Kejang fokal, yaitu kejang pada salah satu bagian tubuh (kanan atau kiri saja)
  2. Kejang umum, yaitu kejang pada seluruh tubuh
  3. kejang absans, yaitu kejang disertai waktu jeda dan kemudian kejang lagi secara berulang-ulang

Gangguan lapang pandang penglihatan
  1. Buta mendadak 1 mata atau 2 mata
  2. Gelap 1 sisi lapang pandang atau terdapat spot hitam di sekitar pandangan

Gangguan motorik
  1. Hemiparesis (lemah sebelah badan, tangan kaki kanan atau kiri saja)
  2. Quadriparesis (lemah keempat anggota badan, tangan kaki kanan dan kiri)
  3. Paraparesis (lemah kedua kaki)
  4. Gangguan gerak otot wajah, biasanya ditandai dengan bentuk bibir yang tiba-tiba miring
  5. Gangguan gerak bola mata (oftalmoplegia)
  6. Gangguan menelan (disfagia)

Nah, sebaiknya Anda mengetahui gejala-gejala diatas dengan baik, sehingga bila Anda atau keluarga Anda mengalami gejal-gejala diatas dapat segera ditangani dengan baik sebelum terlambat. Gejala stroke yang terlambat untuk didiagnosa akan menyebabkan terjadinya stroke total yang mungkin tidak bisa disembuhkan.(mer/ir)

Sumber: detik.com

Senin, Maret 15, 2010

Mengakui Kekurangan Diri

Oleh Fauzi Bahreisy

Awal malapetaka dan kehancuran seseorang terjadi ketika penyakit sombong dan merasa diri paling benar bersemayam dalam hatinya. Inilah sifat yang melekat pada iblis. Sifat inilah yang berusaha ditransfer iblis kepada manusia yang bersedia menjadi sekutunya.

Sifat ini ditandai dengan ketidaksiapan untuk menerima kebenaran yang datang dari pihak lain; keengganan melakukan introspeksi (muhasabah); serta sibuk melihat aib dan kesalahan orang lain tanpa mau melihat aib dan kekurangan diri sendiri.

Padahal, kebaikan hanya bisa terwujud manakala seseorang bersikap rendah hati (tawadu); mau menyadari dan mengakui kekurangan diri; melakukan introspeksi; serta siap menerima kebenaran dari siapa pun dan dari mana pun. Sikap seperti ini sebagaimana dicontohkan oleh orang-orang mulia dari para nabi dan rasul.

Nabi Adam AS dan Siti Hawa saat melakukan kesalahan dengan melanggar larangan Tuhan, alih-alih sibuk menyalahkan iblis yang telah menggoda dan memberikan janji dusta, mereka malah langsung bersimpuh mengakui segala kealpaan seraya berkata, "Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS Al-A'raf [7]: 23).

Demikian pula dengan Nabi Yunus AS saat berada dalam gelapnya perut ikan di tengah lautan. Ia tidak menyalahkan siapa pun, kecuali dirinya sendiri, seraya terus bertasbih menyucikan Tuhan-Nya. Ia berkata, "Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesunguhnya, aku termasuk orang-orang yang zalim." (QS Al-Anbiya [21]: 87).

Bahkan, Nabi Muhammad SAW selalu membaca istigfar dan meminta ampunan kepada Allah SWT sebagai bentuk kesadaran yang paling tinggi bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Karena itu, ia harus selalu melakukan introspeksi. Beliau bersabda, "Wahai, manusia, bertobatlah dan mintalah ampunan kepada-Nya. Sebab, aku bertobat sehari semalam sebanyak seratus kali." (HR Muslim).

Begitulah sikap arif para nabi yang patut dijadikan teladan. Mereka tidak merasa diri mereka sudah sempurna, bersih, dan suci. Allah SWT berfirman, "Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertakwa." (QS Annajm [53]: 32).

Karena itu, daripada mengarahkan telunjuk kepada orang, lebih baik mengarahkan telunjuk kepada diri sendiri. Daripada sibuk melihat aib orang, alangkah bijaknya kalau kita sibuk melihat aib sendiri. Dalam Musnad Anas ibn Malik RA, Nabi SAW bersabda, "Beruntunglah orang yang sibuk melihat aib dirinya sehingga tidak sibuk dengan aib orang lain."

Minggu, Maret 07, 2010

Empat Amanah Istimewa

Sudah sewajarnya dan memang itu adalah sunnatullah, ketika seseorang berjalan menuju syurga PASTI akan menemui rintangan dan halangan. Sebaliknya bagi yang keblinger bahwa neraka itu nikmat atau beranggapan neraka hanyalah sebagai cerita fiktif dari Rosululloh SAW, maka menuju kesana terasa mudah, ringan, nikmat dan penuh dengan dukungan dari siapapun.

Manusia atau lazimnya dalam Al Qur’an disebut Insan, nas atau basyar mempunyai visi utama bahwa hidup didunia adalah sebagai lading pencarian bekal hidup di akherat. Kehidupan akherat yang abadi, penuh dengan keadilan dan tempat berkesudahan antara baik dan buruk, nikmat atau siksa.

Sebagai orang beriman yang sedang berusaha KERAS menuju taqwa, kita diberi amanah, dan ciri-ciri manusia bertaqwa adalah mampu mengemban amanah dengan baik. Secara global bahwa manusia diberi amanah untuk menghambakan diri kepada Allah SWT, menjadi khalifah di muka bumi dan berdakwah kepada yang ma’ruf serta menjauhi dengan sangat semua hal kemungkaran.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ -١٣٣

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ -١٣٤

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ -١٣٥

133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

[229] Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.

(QS.Ali Imran 3 : 133-135)

Dari berbagai amanat dan kewajiban manusia beriman, ada beberapa macam yang terasa berat dan susah untuk ditunaikan. Dan ini sebenarnya bisa dilakukan (walau sulit) dan Allah SWT memberikan derajat yang mulia jika kita bisa melaksanakannya dengan baik dan maksimal. Empat Amanat yang Berat ditunaikan kebanyakan manusia tersebut adalah :

1. Memberi Maaf ketika Marah

… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang.

Seringkali kita merasakan sesaknya dada, panasnya pikiran dan tergesanya indera-indera lainnya dalam memutuskan sesuatu ketika sedang marah.

Marah dalam hal baikpun perlu control management, karena seperti yang telah disampaikan dalam kajian bahwa marah adalah jalan favorit syetan untuk gencar membisiki manusia.

Nah, ketika kondisi seperti itu terjadi maka “memberikan maaf” adalah kalimat yang susah sekali ditunaikan. Ketika emosi marah terjadi, kadang kita malah gelap mata ingin membalas perlakuan kedholiman kepada diri ini dengan sesuatu yang lebih dholim.

Dipukul sekali rasanya ingin membalas dengan pukulan berkali-kali dengan dalih agar jera. Berkata buruk dan kasar karena merasa didholimi, dan terkadang ucapan buruk kita melebihi dengan ucapan buruk yang kita terima. Itulah sebabnya memberikan maaf ketika marah sepertinya sulit diwujudkan. Padahal Allah SWT telah mengkabarkan jika kita mampu memberikan maaf maka itu lebih baik, dan itulah ciri-ciri hati manusia taqwa.

Tidak ada istilah “tiada maaf bagimu” atau istilah “biarlah memaafkan ini berlalu dengan waktu”. Allah SWT saja Maha Penerima Taubat, Rosululloh SAW dalam sirah selalu mencontohkan untuk memberikan maaf dengan atau tanpa permintaan dari sang pelaku.

Dan dalam ilmu psikologi, memberikan maaf akan memberikan rasa tentram di hati dan memberikan kesejukan dalam bermuamalah dan menyuburkan silaturrahim.

Bukankah tidak ada manusia yang bersih dari dosa?? Jadi seseorang yang bersalah kepada kita adalah sangat wajar. Dan kita juga sebaliknya bisa melakukan hal yang sama.

2. Berderma ketika Miskin

… (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,

Kenapa hal ini berat dilakukan? Karena banyak sekali diantara kita menganggap status miskin adalah status yang aman untuk berkata TIDAK dalam bersedekah. Untuk makanpun susah, apalagi harus berbagi dengan orang lain.

Ketika kita dan keluarga ini miskin seolah-seolah semua yang tersisa adalah barang berharga. Jadi imposible untuk memberikannya kepada orang lain atau memberikannya dijalan dakwah fisabilillah. Bahkan selalu memposisikan, saya adalah objek kedermawanan bukan sebagai subjek. Maka betul sekali! Bahwa ketika miskin atau susah, itulah kondisi paling sulit dalam menyambut himbauan infaq sedekah. Tetapi bagi sebagain orang yang nilai keimanannya kebih mantap, kemiskinan bukan menjadi masalah. Semua harta adalah titipan Allah SWT, adalah hal yang super sangat mudah bagi Allah SWT memberikan rizki kepada hambanya bahkan dengan tiba-tibapun.

Tidak ada istilah merasa bahwa “saya ini adalah termiskin didunia“. Ketahuilah semiskin apapun, masih banyak yang lebih susah dari kita. Nikmat Iman dan kesehatan adalah sesuatu yang tidak ternilai apalagi untuk diuangkan. Allah Maha Kaya, tidak Tidur dan selalu memperhatikan hamba-Nya yang secara maksimal mendermakan hartanya di jalan Allah SWT. Berbahagialah jika kita masuk kategori tersebut, hidup terasa benar-benar menikmati karunia Allah SWT. Bukankah Rasululloh SAW bukanlah seseorang yang kaya? Dan bagi yang kaya, kebakhilan dan kesombongan mengancam dirimu dan tidak ada jalan lain selain menjadi dermawan ketika kaya. Karena itulah jalan yang lurus menuju syurga.

3. Meninggalkan yang Haram dan Dholim ketika sendirian

… Ya Rasulullah, apakah ihsan itu ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Yaitu engkau takut kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu Melihatmu”. Orang itu berkata, “Engkau benar”…( [HR. Muslim juz 1, hal. 40]

Hal ketiga yang susah dilakukan adalah meninggalkan kedholiman ketika sendirian. Bukankah kita setiap tahun selama sebulan (ramadhan) kita ditempa untuk jujur, meninggalkan yang sesuatu padahal itu halal. Dan itu hanya diketahui oleh kita sendiri dan Allah SWT.

Meninggalkan kedholiman atau kemaksiatan secara bersama-sama di lingkungan sholeh adalah mudah, selain malu kepada Allah SWT kita juga akan merasa malu dan hina diketahui oleh orang lain.

Tetapi ketika sendirian, syetan lebih hebat lagi beraksi. Menjadikan akal sehat kita lupa, sesuatu yang haram ‘dibungkus’ seolah menjadi halal, yang jelas-jelas maksiyat bisa dilakukan dengan ringan dengan dalih tidak ada yang melihat, tidak ada yang dirugikan, darurat dan sebagainya.

Ingatlah selalu bahwa Allah itu Maha Melihat, Maha Tahu, Tidak Tidur dan semua yang bergerak didunia ini tidak lepas dari pengamatan Allah SWT walaupun hanya selembar daun di tengah hutan. Jikalau kita berdua, Allah SWT Hadir sebagai yang ketiga. Ketika kita sendiri, Allah menjadi yang kedua.

Maka betul sekali bahwa tingkatan ihsan adalah tertinggi, dimana kita selalu merasa dilihat oleh Allah SWT sehingga apa yang dilakukan dan apa yang disembunyikan didalam hati selalu jauh dari keinginan menyimpang dari jalan lurus, jalan menuju ridho Allah SWT.

4. Berkata jujur kepada siapapun

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: عَلَيْكُمْ بِالصّدْقِ فَاِنَّ الصّدْقَ يَهْدِى اِلىَ اْلبِرّ وَ اِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِى اِلىَ اْلجَنَّةِ. وَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَ يَتَحَرَّى الصّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدّيْقًا. وَ اِيَّاكُمْ وَ اْلكَذِبَ فَاِنَّ اْلكَذِبَ يَهْدِى اِلىَ اْلفُجُوْرِ وَ اِنَّ اْلفُجُوْرَ يَهْدِى اِلىَ النَّارِ. وَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَ يَتَحَرَّى اْلكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا. مسلم

Dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Wajib atasmu berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan terus-menerus seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kedurhakaan, dan durhaka itu membawa ke neraka. Dan terus menerus seseorang itu berdusta dan memilih yang dusta sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pendusta”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2013]

Lawannya jujur adalah dusta, pembohong. Berkata benar dan jujur kepada teman-teman sefaham di barisan kita mungkin hal yang sangat mudah.

Tetapi berkata benar dan jujur kepada seseorang yang tidak disukai atau kepada lawan adalah hal yang sulit. Kita harus berani mengatakan bahwa itu salah dan tidak benar walaupun itu berkaitan dengan seseorang yang kita cintai atau seseorang yang kita hormati.

Lidah ini kadang kelu ketika harus mengatakan ‘oh ya saya yang salah”..”gini pak, anda salah harusnya tidak seperti itu”…”saya tidak setuju karena itu tidak benar!” didepan seseorang yang kita segani.

Maka sebagai manusia beriman, harus berani berkata benar kepada siapapun dan dengan resiko apapun. Kejujuran yag menyakitkan lebih baik daripada kebohongan yang menipu dan menyenangkan.

Keberanian Abu bakar mengatakan kebenaran 100% terhadap isra mi”raj yang dilakukan Nabi patut ditiru, padahal hampir semua penduduk Mekah tidak percaya dan menertawakan Rosululloh SAW sebagai yang mengada-adakan cerita bohong.

Keberanian seorang anak gembala untuk mengatakan “dimanakah Allah ???” ketika sang khalifah Umar bin Khattab mencoba merayu ingin membeli domba diantara ratusan yang ada. Dan dipastikan itu tidak akan diketahui oleh siapapun termasuk sang pemilik. Tetapi anak gembala tersebut jujur dan berani.

Keberanian pemimpin Turki ketika mengatakan kebohongan dan kekejian negara Israel dalam dialog dengan pemimpinnya langsung ketika event negara-negara internasional adalah keberanian yang sekarang susah dicari, padahal saat itu tidak satu negarapun yang berani menyinggung ataupun membahas perkara ’sensitif’ itu mengingat Israel selalu dilindungi Amrik (the real terrorist).

Jadi saatnya kita harus berlaku dan berkata jujur, kapanpun-dimanapun dan kepada siapapun.

Semoga kita termasuk manusia yang mampu memegang amanah. Amiin

dicopy dari http://mta-online.com/v2/2010/03/03/empat-amanah-istimewa/